MENDALAMI ARTI DAN MAKNA SA'I
Kata Sa’i secara bahasa dapat
diartikan sebagai usaha atau berjuang. Amaliah Sa’i dalam prosesi haji tidak
bisa dilepaskan dari kisah Siti Hajar beserta putranya Ismail, sumur zamzam,
keberadaan Ka’bah, dan Nabi Ibrahim. Sa’i dilakukan dengan berjalan kaki
(berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan
sebaliknya. Jarak Bukit Shafa ke Bukit Marwah sekitar 400 meter. Setiap kali
mencapai bukit shafa, menghadapkan wajah ke Ka’bah disunnahkan membaca do’a.
Makna Sa’i dapat
dikembangkan sebagai perjuangan hidup, baik pribadi, keluarga, maupun
masyarakat. Sebab, syariat Sa’i terkait erat dengan peristiwa perjuangan yang
dilakukan Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim a.s. Awal peristiwa sa’i berkaitan
dengan kisah satu keluarga yang terdiri dari ayah (Nabi Ibrahim), istri (Siti
Hajar) dan putra mereka Ismail.
Sejarah mencatat,
betapa usaha yang dilakukan Siti Hajar untuk mempertahankan hidup bersama
anaknya Ismail penuh dengan tantangan. Betapa kepatuhan Nabi Ibrahim a.s.
kepada Allah ketika ia harus meninggalkan istri dan putranya yang amat dicintai
dan dirindukannya selama puluhan tahun disamping Baitullah yang tanpa
berpenghuni. Sungguh ini sangat mengharukan dan menggugah semangat, betapa
tunduk dan patuhnya Ibrahim kepada perintah Allah.
Selanjutnya demi
mempertahankan hidup bersama anaknya Ismail, Siti Hajar berusaha mencari
‘sesuatu’ (apapun yang dapat menyambung hidup) dengan bolak-balik antara bukit
Shafa dan Marwah. Namun ‘sesuatu’ itu tidak ditemukannya di sekitar bukit Shafa
dan Marwah. Dan ketika kembali menemui Ismail di dekat Ka’bah, sangat
menakjubkan air muncul dari bekas cakaran kaki Ismail yang masih bayi, sehingga
Siti Hajar terkejut dan berteriak Zam..Zam. Inilah sejarah air zamzam yang
terabadikan hingga kini.
Setiap peristiwa
terjadi tidak karena kebetulan melainkan atas ijinNya. Kisah luar biasa Nabi
Ibrahim, Siti Hajar dan putranya Ismail diabadikan oleh Allah dan menjadi
bagian dari materi ‘workshop Agung’ (haji), tentu bukan tanpa maksud. Allah
mendidik kita melalui kisah ini dan pelatihan perjuangan pada prosesi sa’i dan
merupakan pendidikan yang sangat luar biasa bila dipetik hikmahnya.
Sa’i mengisyaratkan
makna perjuangan hidup pantang menyerah. Hidup harus dihadapi dengan usaha
keras dalam menghadapi berbagai tantangan dan menghadapinya dengan penuh
kesabaran, keuletan, dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Inilah sebagian makna yang
digambarkan sa’i dengan mendaki dan menuruni bukit Shafa dan Marwa.
Terkadang diperlukan
kegigihan untuk meraih sesuatu yang sulit dan terkadang mengalir begitu saja
untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan atau terkadang naik mencapai
puncak kesuksesan dalam berusaha dan terkadang meluncur turun mengalami
kegagalan. Inilah realitas kehidupan yang digambarkan dengan naik- turun bukit
Shafa dan Marwa. Juga terkadang harus bertidak cepat dalam meraih sesuatu,
sebagaimana digambarkan dalam syariat sa’i ketika sampai di antara ‘dua pilar
hijau’disunnahkan berlari-lari kecil.
Ditengah usaha yang kita
lakukan, sangat penting adalah tidak melupakan Allah SWT. Berada di puncak
Shafa dan Marwa memberikan makna bahwa bagaimanapun tingginya puncak kesuksesan
yang diperoleh, tetaplah hadapkan wajah kita kepada Allah SWT yang disimbolkan
dengan menghadapkan wajah ke Ka’bah ketika berada di Shafa dan Marwa. Demikian
pula betapapun derita dan kegagalan yang dialami hendaknya jangan lupa berserah
diri kepada Allah SWT. Inilah makna mendaki dan menuruni bukit Shafa dan Marwa.
Hidup ini bergantian bahagia dan derita atau syukur dan sabar sebagaimana
firman Allah SWT “ sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”.
Juga ada pelajaran
penting yang tersirat dalam kisah perjuangan Siti Hajar dalam mencari ‘sesuatu’
untuk hidup bersama putranya Ismail yaitu, betapa gigihnya Siti Hajar berjuang
hingga bolak-balik bukit Shafa dan Marwa, tapi Allah tidak memenuhinya di
tempat dan pada saat dimana dia mencari, tapi justru dipenuhi di waktu dan
tempat lain yang tidak terduga dan seolah muncul bukan karena usahanya. Ini pelajaran
dari sang Khalik kepada makhlukNya yang sungguh luar biasa bahwa sejatinya
manusia hanyalah berikhtiar secara gigih dan Allah SWT yang akan memenuhi apa
yang kita butuhkan dengan caraNya yang kita tidak tahu waktu dan jalannya.
Menghayati dan meserapi
syariat sa’i dan kisah Siti Hajar bersama Ismail akan memunculkan dalam diri
kita sikap-sikap positif dalam menghadapi berbagai tantangan yang terjadi,
antara lain: gigih, sabar, istiqamah, disiplin, ikhlas, optimis , syukur dan
sebagainya , juga terjaga dari sikap-sikap negative seperti: sombong, congkak,
takabbur dan sebagainya, karena sejatinya hanya Allah yang dapat memenuhi
apapun yang kita butuhkan pada waktu dan jalan yang tepat. Dengan demikian
pelajaran dari syariat sa’i dan kisah Siti Hajar bersama Ismail harus terus
menerus berkobar dihati agar selalu terbangun sikap-sikap positif dan terhindar
dari sikap-sikap negatif di atas.
Label: Sejarah, Tulisan Lepas
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda