Kamis, 10 September 2015

MENATA NIAT

Kebanyakan dari kita, atau kalau tidak sebagian dari kita, masih sering beranggapan bahwa niat adalah sesuatu yang harus dipwerluka untuk mentashihkan ibadah wajid atau ibadah mahdhaoh saja, misalnya wudhu, sholat, puasa, atau yang lainya. Untuk ibadah yang bukan wajib atau yang bukan mahdho, maka niat seringnya hanya diposisikan sebagai tambahan atau pendamping saja. Sehingga dalam ibadah mubah, sering dianggap kurang atau tiak terlalu penting.
Anggapan lainnya, niat sering dikonotasikan atau disamakan sebagai aktifitas pengucapan nisan. Ketika seorang berniat, maka ia dituntut melafalkan niat itu dilidahnya. Padahal, pengertian niat yang sesungguhnya adalah murni aktifitas hati, bukan lisan. Niat adalah bahasa hati, yang tidak bisa diwakilkan dengan ucpan lisan. Jikapun lisan mengucapkannya, maka itu hanya berfungsi sebagai pengingat dan penguat saja.
Persepsi atau anggapan yang keliru ini pada akhirnya menjadikan niat sering terlupakan dan terabaikan dalam kebanyakan beraktifitas keseharian kita. Betapa sering ita melakukan amal atau pekerjaan, dan betapa sering pula kita melupakan dan melalaikan niat di dalamnya. Contoh kecil, ketika kita membuat dan meminum kopi di pagi hari, kita lupa menata dan menanampkan niat dalam hati kita, sehingga perbuatan itu hanyalah menjadi aktifitas biasa. Jika kita pandai mengelola dan menghimpun niat yang baik, tentu aktifitas iyu akan menjadi amal yang membuahkan pahala yang berlimpah.
Saudaraku, niat adalah jantung amal, pilarnya amal, dan ruhnya amal. Sah tidaknya suatu amal, benar tidanya suatu amal, sangat di tentukan oleh niat awalnya. Berpahala atau tidaknya suatu amal , juga digantungkan pada niat yang terhujam di hati.dan sedikit atau banyaknya pahala, pula disesuaikan dengan niat yang menyertainya.
Tidak sedikit amal yang kelihatannya kecil dan ringan, tapi karena niat, ia menjadi amal yang besar dan berat timbangannya disisi Allah. Sebaliknya, tak sedikit amal yang tampaknya besar dan banyak, tetapi karena niat pula, ia menjadi amal yang kecil dan sedikit dalam pandangan Allah. Bahkan tidak jarang amal yang sebenarnya terbilang sunnah, justru mendatangkan kerugian dan dosa hanya gara-gara niat yang keliru.
“Barang siapa menuntut ilmu karena dari sesuatu yang diperoleh dengan keridhoan Allah Ta’ala, ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat harta dunia, maka ia tidak akan mendapat bau surga di hari kiamat.”
Lebih dari itu, suatu amal bisa berubah status hukumnya, dikarenakan niatnya yang bertenyangan dengan ketetapan syari’at. Ziarah kubur adalah sunah, gtetapi jika niatnya salah, maka ia bisa berubah hukumnya menjadi haram. Meminjam itu perkara yang mubah, namun jika niatnya jahat, maka ia berubah menjadi hal yang terlarang.
“Barang siapa yang meminjam dan berniat tidak membayarnya, maka ia pencuri.” Dari inilah, jangan heran jika niat itu sendiri terkadang bisa menjadi lebih baik dari pada mal yang dilakukan. Sabda Nabi Saw. Menerangkan
“Niat seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya, dan sesungguhnya Allah akan memberi untuk niatnya seorang hamba apa yang Dia berikan untuk amalnya. Demikian itu karena niatnya tidak disertai riya’, sedang amal itu bercmpur dengan riya’.”
Dan niat yang baik iti sendiri sejatinya telah tertulis sebagai amal yang berpahala. Sabda Nabi Saw. Menjelaskan, “Barang siapa menyengaja suatu kebaikan, kemudian ia tidak (bisa) melakukannya, maka ditulis baginya satu kebaikan.”
Mengapa bisa demikian? Karena niat adalah amal pribadi yang tidak terkait dengan duinia luar. Urusan niat adalah urusan pribadi yang tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain. Berbeda dengan amal yang selalu behubungan dan besinggungan dengan dunia luar, terutama manusia. Maka niat mampu berbebas dari riya’, sebab niat tempatnya di hati, yang tidak terpengaruh oleh pandangan manusia. Niat juga jauh dari sifat ‘ujub (membagakan diri), karena niat ada sebelum amal, sedang ‘ujub datang ketika atau setelah beramal. Inilah yang menjadikan niat baik selalu membuahkan pahala, sedangkan perbuatan baik belum tentu.
Maka itulah, menjadi wajib bagi kita untuk mengelola dan menata niat sebelum beramal, agar setiap amal yang kita lakukan membuahkan pahala yang berlimpah. Siapa saja yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada dalam hatinya, maka siap-siaplah untuk membuang-buang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti.

“Semua tindakan dinilai oleh motif yang mendorong mereka”

Se more at: Inspirasi Dari Langit Ketujuh (Mahmud asy- Syafrowi)


Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda