MENATA NIAT
Kebanyakan
dari kita, atau kalau tidak sebagian dari kita, masih sering beranggapan bahwa
niat adalah sesuatu yang harus dipwerluka untuk mentashihkan ibadah wajid atau
ibadah mahdhaoh saja, misalnya wudhu, sholat, puasa, atau yang lainya. Untuk ibadah
yang bukan wajib atau yang bukan mahdho, maka niat seringnya hanya diposisikan
sebagai tambahan atau pendamping saja. Sehingga dalam ibadah mubah, sering
dianggap kurang atau tiak terlalu penting.
Anggapan
lainnya, niat sering dikonotasikan atau disamakan sebagai aktifitas pengucapan
nisan. Ketika seorang berniat, maka ia dituntut melafalkan niat itu dilidahnya.
Padahal, pengertian niat yang sesungguhnya adalah murni aktifitas hati, bukan
lisan. Niat adalah bahasa hati, yang tidak bisa diwakilkan dengan ucpan lisan. Jikapun
lisan mengucapkannya, maka itu hanya berfungsi sebagai pengingat dan penguat
saja.
Persepsi
atau anggapan yang keliru ini pada akhirnya menjadikan niat sering terlupakan
dan terabaikan dalam kebanyakan beraktifitas keseharian kita. Betapa sering ita
melakukan amal atau pekerjaan, dan betapa sering pula kita melupakan dan
melalaikan niat di dalamnya. Contoh kecil, ketika kita membuat dan meminum kopi
di pagi hari, kita lupa menata dan menanampkan niat dalam hati kita, sehingga
perbuatan itu hanyalah menjadi aktifitas biasa. Jika kita pandai mengelola dan
menghimpun niat yang baik, tentu aktifitas iyu akan menjadi amal yang
membuahkan pahala yang berlimpah.
Saudaraku,
niat adalah jantung amal, pilarnya amal, dan ruhnya amal. Sah tidaknya suatu
amal, benar tidanya suatu amal, sangat di tentukan oleh niat awalnya. Berpahala
atau tidaknya suatu amal , juga digantungkan pada niat yang terhujam di
hati.dan sedikit atau banyaknya pahala, pula disesuaikan dengan niat yang
menyertainya.
Tidak
sedikit amal yang kelihatannya kecil dan ringan, tapi karena niat, ia menjadi
amal yang besar dan berat timbangannya disisi Allah. Sebaliknya, tak sedikit
amal yang tampaknya besar dan banyak, tetapi karena niat pula, ia menjadi amal
yang kecil dan sedikit dalam pandangan Allah. Bahkan tidak jarang amal yang
sebenarnya terbilang sunnah, justru mendatangkan kerugian dan dosa hanya
gara-gara niat yang keliru.
“Barang
siapa menuntut ilmu karena dari sesuatu yang diperoleh dengan keridhoan Allah
Ta’ala, ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat harta dunia, maka ia
tidak akan mendapat bau surga di hari kiamat.”
Lebih
dari itu, suatu amal bisa berubah status hukumnya, dikarenakan niatnya yang
bertenyangan dengan ketetapan syari’at. Ziarah kubur adalah sunah, gtetapi jika
niatnya salah, maka ia bisa berubah hukumnya menjadi haram. Meminjam itu
perkara yang mubah, namun jika niatnya jahat, maka ia berubah menjadi hal yang
terlarang.
“Barang
siapa yang meminjam dan berniat tidak membayarnya, maka ia pencuri.” Dari inilah,
jangan heran jika niat itu sendiri terkadang bisa menjadi lebih baik dari pada
mal yang dilakukan. Sabda Nabi Saw. Menerangkan
“Niat
seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya, dan sesungguhnya Allah akan memberi
untuk niatnya seorang hamba apa yang Dia berikan untuk amalnya. Demikian itu
karena niatnya tidak disertai riya’, sedang amal itu bercmpur dengan riya’.”
Dan
niat yang baik iti sendiri sejatinya telah tertulis sebagai amal yang
berpahala. Sabda Nabi Saw. Menjelaskan, “Barang siapa menyengaja suatu
kebaikan, kemudian ia tidak (bisa) melakukannya, maka ditulis baginya satu
kebaikan.”
Mengapa
bisa demikian? Karena niat adalah amal pribadi yang tidak terkait dengan duinia
luar. Urusan niat adalah urusan pribadi yang tidak ada sangkut-pautnya dengan
orang lain. Berbeda dengan amal yang selalu behubungan dan besinggungan dengan
dunia luar, terutama manusia. Maka niat mampu berbebas dari riya’, sebab niat
tempatnya di hati, yang tidak terpengaruh oleh pandangan manusia. Niat juga
jauh dari sifat ‘ujub (membagakan diri), karena niat ada sebelum amal, sedang ‘ujub
datang ketika atau setelah beramal. Inilah yang menjadikan niat baik selalu
membuahkan pahala, sedangkan perbuatan baik belum tentu.
Maka
itulah, menjadi wajib bagi kita untuk mengelola dan menata niat sebelum
beramal, agar setiap amal yang kita lakukan membuahkan pahala yang berlimpah. Siapa
saja yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada dalam hatinya, maka
siap-siaplah untuk membuang-buang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti.
“Semua
tindakan dinilai oleh motif yang mendorong mereka”
Se more at: Inspirasi Dari Langit Ketujuh (Mahmud asy- Syafrowi)
Label: Inspirasi dan Motivasi, Tulisan Lepas
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda