HUKUM PUASA TARWIYAH
Adakah tuntunan puasa
hari tarwiyah? Hari tarwiyah yaitu tanggal 8 Dzulhijjah.
Dalil
Anjuran Puasa Tarwiyah
Dalil yang menjadi
pegangan anjuran puasa tarwiyah, 8 Dzulhijjah,
صوم
يوم التروية كفارة سنة وصوم يوم عرفة كفارة سنتين (أبو الشيخ ، وابن النجار عن ابن
عباس)
“Puasa
pada hari tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu.Sedangkan
puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) akan mengampuni dosa dua tahun.” Diriwayatkan oleh
Abusy Syaikh dan Ibnu An Najjar dari Ibnu ‘Abbas.
Ibnul Jauzi
mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih.[1] Asy Syaukani
mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih dan dalam riwayatnya ada perowi yang
pendusta.[2] Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).[3]
Jika hadits di atas
adalah dho’if (lemah), maka berarti tidak boleh diamalkan dengan sendirinya.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak boleh
bersandar pada hadits-hadits dho’if (lemah) yang bukanlah hadits shahih dan
bukan pula hadits hasan. Akan tetapi, Imam Ahmad bin Hambal dan ulama lainnya
membolehkan meriwayatkan hadits dho’if dalam fadhilah amal selama tidak
diketahui hadits tersebut shahih atau hadits tersebut bukan diriwayatkan oleh
perowi pendusta. Namun boleh mengamalkan isinya jika diketahui ada dalil syar’i
yang mendukungnya. Jika haditsnya bukan diriwayatkan oleh perowi yang pendusta,
boleh jadi pahala yang disebutkan dalam hadits tersebut benar. Akan tetapi, para ulama katakan bahwa tidak
boleh menyatakan wajib atau sunnah pada suatu amalan dengan dasar hadits dho’if. Jika ada yang
mengatakan bolehnya, maka dia telah menyelisihi ijma’
(kata sepakat para ulama).” (Al Majmu’ Al Fatawa, 1: 250-251)
Masih
Bisa Berpuasa Tanggal 8 Dzulhijjah Jika ….
Masih bisa berpuasa
pada tanggal 8 Dzulhijjah namun bukan berdasarkan hadits yang penulis sebutkan
di atas, namun karena mengingat keutamaan beramal di awal Dzulhijjah dan puasa
adalah sebaik-baiknya amalan yang dikerjakan saat itu. Ditambah ada contoh dari
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat
untuk berpuasa pada tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ
الأَيَّامِ يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak
ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang
dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para
sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang
berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no.
2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu
‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim).
Mengenai hadits ini, Ibnu Qudamahrahimahullah berkata, “Sepuluh
hari awal Dzulhijjah seluruhnya adalah hari yang mulia dan dimuliakan, di
dalamnya dilipatgandakan (pahala) amalan dan disunnahkan bersungguh-sungguh
ibadah pada waktu tersebut.” (Al Mughni, 4: 443).
Yang menjadi dalil
keutamaan puasa pada awal Dzulhijjah adalah hadits dari Hunaidah bin Kholid,
dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan,
عَنْ
بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ
وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ
وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal
Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap
bulannya, …”
(HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kata Ibnu Rajab Al
Hambali rahimahullah bahwa di antara
sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah
Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga
menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Lihat Latho-if
Al Ma’arif,
hal. 459.
Lebih-lebih puasa
Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah punya keutamaan yang besar daripada puasa awal
Dzulhijjah lainnya. Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ
يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى
قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa
Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa
Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no.
1162)
Semoga bermanfaat.
Referensi:
1- Al
Mughni,
Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.
2- Latho-itul
Ma’arif,
Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun
1428 H.
3- Majmu’atul
Fatawa,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibni Hazm, cetakan
keempat, tahun 1432 H.
Selesai disusun di
sore hari, 6 Dzulhijjah 1434 H, di kantor Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul
Label: Al Qur'an Hadist, Tulisan Lepas
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda